Prinsip dan Proses Penciptaan Manusia

June 7, 2009

Prinsip Penciptaan manusia

Allah SWT berfirman:

هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا

“Bukankah telah datang atas manusia suatu waktu dari masa, sedang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut”. (76:1).

أَوَلَا يَذْكُرُ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا

“Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?. (19:67).

Kedua ayat di atas dimulai dengan kalimat istifham, yang menuntut perhatian supaya manusia memikirkan diri dan proses kejadiannya, sehingga dengan itu, ia akan berlaku dengan benar dalam kehidupan di dunia ini sesuai dengan fungsi dan tujuan penciptaannya.

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Pada mulanya ia bukanlah apa-apa, tidak ada, tidak berwujud dan tidak berbentuk. Kemudian atas kehendak-Nya, ia diciptakan.

Ihwal penciptaan manusia ini, menunjukkan KeMaha Kuasaan Allah. Hal ini harusnya menjadi renungan manusia, betapa tanpa kekuasaan-Nya, dirinya bukanlah apa-apa.

Proses Penciptaan Manusia

Dalam penciptaan manusia, terdapat dua proses, yaitu: (1) Proses azali, dan (2) Proses alami.

1. Proses azali

Proses azali adalah proses dimana peran ke Maha Kun fayakunan Allah terjadi, tidak ada sedikitpun campur tangan manusia. Seperti dalam penciptaan Adam yang diciptakan dari tanah liat yang dibentuk. Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam.  Dan Isa Al Masih yang diciptakan tanpa seorang ayah.

Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering yang diberi bentuk”. (15:26).

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu ”. (4:1).

“Sesungguhnya misal penciptaan Isa di sisi Allah, adalah seperti penciptaan Adam, Allah menciptaklan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman: “Jadilah”, maka jadilah dia”. (3:59).

2. Proses Alami

Proses alami adalah proses kejadian manusia setelah Adam dan Hawa terkecuali Isa as. yaitu harus adanya percampuran antara laki-laki dan perempuan, bertemunya sel sperma dan indung telur di dalam rahim perempuan. Dalam rahim seorang ibu ia dibentuk dengan melalui beberapa tahapan dan dalam waktu yang telah ditetapkan. Kemudian setelah sempurna kejadiannya, ia dilahirkan ke atas dunia sebagai seorang bayi, lalu Allah tumbuhkan ia menjadi dewasa dan menjadi tua, kemudian Allah wafatkan.

Sebagaimana firman Allah di bawah ini:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ(12)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ(13)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ(14)ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ(15)ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati berasal dari tanah. Kemudian saripati itu Kami jadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kamu bener-benar akan mati. Kemudian kamu akan dibangkitkan  di hari kiamat”. (23:12-16).

Bahan dasar (bentuk dan isi) penciptaan manusia.

1. Bentuk Dasar

Bahan dasar manusia adalah tanah yang tidak berharga, sebagaimana diterangkan dalam ayat di bawah ini:

ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ(8)

“Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).”. (32:7-8).

Seorang manusia yang gagah perkasa, tampan dan cantik rupawan hanyalah berbahan dasar tanah liat/tanah tembikar yang merupakan bahan terendah yang kurang berharga. Bila manusia suka memperhatikan asal kejadiannya ini, maka ia tidak akan suka menyombongkan diri menentang dan mendurhakai Allah penciptanya. Akan tetapi ia akan tunduk merendahkan dirinya kepada Allah, karena hanya atas karunia-Nyalah ia menjadi ada.

2. Isi Dasar

Dari bahan dasar yang sangat rendah tersebut di atas, kemudian Allah mengisinya den gan sesuatu yang sangat  tinggi nilainya yaitu ruh-Nya. Sebagaiamana firman-Nya:

ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ(9)

“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam tubuhnya ruh ciptaan-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. (32:9).

Dengan demikian manusia memiliki hubungan yang sangat dekat sekali dengan Allah karena manusia diberi ruh-Nya.

Dari dua asal yang sangat berbeda ini menunjukkan adanya dua hal yang berbeda. Jasad manusia yang diciptakan dari bahan dasar tanah maka ia memiliki kecenderungan yang sangat kuat kepada tanah, yaitu: “Zuyyina linnas hubbus shahawaati minan nisa wal baniina wal qonathiri muqonthoroti nimadz-dzahabi wal fidhoti wal khoilil musawwamati wal an’ami wal harts …. (3:14).

Sedangkan ruh (jiwa) yang berasal dari Allah, maka ia juga memiliki kecenderungan dan kebutuhan kepada petunjuk Allah yaitu adien, jalan menuju taqwa: Qul aunabbiukum bikhoirim min dzalikum, lilladzinat taqowu .. (3:15).

Elemen dan Fungsi Al-Qur’an

June 7, 2009

Tiga elemen pokok al-quran dan fungsi-fungsinya

Al-Quran memiliki elemen pokok, yaitu huda linnas, bayyinat minal huda dan furqon. Ketiga elemen ini memiliki fungsi-fungsi yang lebih spisifik dalam penerapannya. Oleh karena itu, kita harus memahami dengan benar ketiga elememen itu dan fungsi-fungsinya, sehingga kita dapat mengambil manfaat dari Al-Quran sebesar-besarnya.

Tentang ketiga elemen itu, Allah berfirman:

الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ  ا لْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

“Dia menurunkan AlQuran di dalam bulan Romadhan, sebagai petunjuk bagi manusia, penerangan dan furqon. (2:185).

1. Hudan Linnas

Makna Hudan Linnas adalah petunjuk bagi manusia. Oleh karena itu, Al-Quran sebagai huda linnas menjelaskan tentang konsep dan tata cara hidup yang lurus. Al-Quran menjelaskan dengan gamblang tentang konsep hidup, baik konsep hidupnya orang-orang yang telah diberi nikmat yang harus diikuti, dan konsep hidupnya orang-orang yang dimurkai Allah serta konsep hidupnya orang-orang yang sesat yang harus dijauhi. Sehingga dengan penjelasan ini manusia dapat menempuh jalan hidup yang benar-benar diridhai oleh Allah Swt, yaitu Shiratal Mustaqim.

إِنَّ هَذَا  ا لْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ  ا لْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya Al Quran ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi gembira kepada orang-orang mu’min yang mengerjakan amal shaleh bagi mereka ada pahala yang besar”. (17:9).

a. Hal-hal pokok yang berhubungan huda linnas

Hal-hal pokok yang dikaitkan dengan huda lillas adalah: Shirotol Mustaqim, Iqomatul kitab, Muhtadi dan Mudlilu, dan Pertanggung jawaban.

Untuk itu marilah kita perhatikan ayat-ayat di bawah ini:

“Tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepadanya, bukannya jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang sesat”. (1:6-7).

“Katakanlah:”Hai Ahli kitab, kamu tidak dipandang beragama sehingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al-Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu” Sesungguhnya apa yang diturunkan dari Tuhanmu dari Tuhanmu itu . (5:68).

“Bukankan Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan sesembahan-sesembahan selain Allah? Dan barang siapa yang disesatkan Allah maka tidak seorangpun pemberi petunjuk baginya. Dan barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya. Bukankah Allah Maha Perkasa lagi mempunyai kekuasaan untuk mengazab?”. (Qs. 39:36-37).

“Maka perpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di jalan yang lurus. Dan sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan dimintai pertanggung jawaban”. (Qs. 43:43-44).

Huda dikaitkan dengan sirotol Mustaqim, yaitu sistem hidup yang lurus kebalikan dari mahgdhub dan dhallin, ini menegaskan perbedaan sistem dan pola hidup yang ditempuh manusia. Orang yang beriman kepada Al-Quran pasti akan bersistem berpola hidup Qurani sedangkan orang-orang yang kafir pasti akan bersistem dan perpola hidup bertentangan dengan Quran. Oleh karena itu, dapat ditegaskan bila ada orang yang katanya beriman kepada Al-Quran, tetapi mereka tidak bersistem dan berpola hidup Qurani maka ia belum mendapat huda dari Al-Quran.

Hudan juga dikaitkan dengan iqomatul-Kitab, artinya orang yang mengimani Al-Quran pasti akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menegakkan Al-Kitab, sehingga hukum syariahnya berlaku bagi manusia.

Hudan juga dikaitkan dengan Muhtadi dan Mudillun, ini artinya orang yang menjadikannya Al-Quran sebagai kitab sucinya pasti akan mengikuti petunjuk Al-Quran dengan mengamalkannya dalam kehidupan ini. Adapun dikaitkan dengan pertanggung jawaban, maka menunjukkan bahwa orang-orang yang mengimaninya pasti akan menjaga dengan sebenar-benar ajaran-ajaran Al-Quran, karena ia merupakan amanat Allah yang akan diminta pertanggung jawaban.

b. Fungsi Hudan

Adapun fungsi hudan yaitu memberi tahukan bahwa dalam kehidupan ini ada dua jalan/sistem  hidup, yaitu jalan/sistem hidup Islami dan jalan/sistem hidup Jahili. Jalan/sistem Islami yaitu jalan/sistem hidup yang ditempuh oleh orang mu’min dan jalan/sistem hidup yang bengkok yaitu jalan/sistem yang ditempuh ditempuh oleh orang kafir dan munafik.

Tentang adanya dua sistem hidup itu sebagaimana firman Allah di bawah ini:

وَهَدَيْنَهُ النَّجْدَيْن

“Dan Kami menunjukinya dua jalan”. (90:10)

Dengan demikian, kita sebagai orang yang mengimani Al-Quran, harus memfungsikannya sebagaai huda, dengan aplikasinya menempuh sistem hidup yang lurus yaitu shiratal Mustaqim.

Sebagaiman firman Allah di bawah ini:

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadaku ruh (wahyu) dengan perintah Kami. Sebelummya kamu tidak mengetahui apakah Al-Kitab (AlQuran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan AlQuran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami, Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk ke jalan yang lurus”. (42:52).

2. Bayyinat Minal Huda

Makna bayyinat minal huda yaitu menerangkan tentang rincian huda, yaitu berupa  rincian tentang realitas dan hukum-hukum praktis, untuk menyelesaikan perkara-perkara diantara manusia.

Marilah kita perhatikan ayat-ayat di bawah ini:

“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan) maka  Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara mereka tentang perselisihan yang mereka perselisihan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan mereka yang telah didatangkan Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki di atara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”. (2:213).

“Ini adalah suatu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan menjalankan hukum-hukum yang ada di dalamnya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya”. (24:1)

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan …”. 57:25).

a. Hal-hal Pokok yang Berhubungan Bayyinat

Hal-hal pokok yang berhubungan dengan Bayyinal minl huda adalah: Al-Kitab dan maa ikhtalafu, Al-Hikmah, Al-dzikr, Al-ayat.

Sebagai mana kita lihat dalam ayat-ayat di bawah ini:

“Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab kecuali agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (16:64).

“Dan tatkala Isa datang membawa keterangan ia berkata: “Sesungguhnya aku datang keadamu dengan membawa hikmah dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian yang kamu berselisih tentangnya, maka bertakwallah kepada Allah dan taatlah kepadaku”. (43:63).

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan Kami turunkan kepadamu adzkir (Al Quran) agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka  dan supaya mereka memikirkan”. (16:44).

وَقَالَ الَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ لَوْلاَ يُكَلِّمُنَا اللهُ أَوْ تَأْتِينَا ءَايَةٌ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِثْلَ قَوْلِهِمْ تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ قَدْ بَيَّنَّا اْلآيَاتِ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: “Mengapa Allah tidak langsung berbicara dengan Kami atau datang ayat (tanda-tanda) kekuasaan-Nya kepada kami?”. Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin”. (2:118).

Secara realitas kehidupan di alam ini adalah penjelasan lain dari wahyu Allah. Oleh karena itu alam merupakan bukti kebenaran Al-Quran.

b. Fungsi bayyinat.

Fungsi dari bayyinat adalah menjelaskan hukum praktis, meluruskan ajaran wahyu sebelum Al Quran, menggambarkan amtsal kehidupan dan menjelaskan segala sesuatu.

Marilah kita perhatikan ayat-ayat di bawah ini.

“Dihalalkan bagi kamu pada malan hari bulan puasa bercampur dengan sitri-istri kamu; mereka dalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah yang telah ditetapkan Allah  untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu banang putih dan benang hitam, yaitu fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam, tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya  kepada manusia, supaya mereka bertaqwa”. (2:187).

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa bagi keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu tentang yang dinafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamuberfikir”. (2:219).

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan Kami turunkan kepadamu adzkir (Al Quran) agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka  dan supaya mereka memikirkan”. (16:44).

“Apakah ada salah seorang di antara kamu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, dia mempunyai di dalam ladangnya itu bermacam-macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada pada orang itu, sedang ia mempunyai keturunan yang lemah-lemah. Maka kebun itu diterjang angin keras yang mengandung api lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya supaya kamu memikirkan”. (2:266).

… وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ  ا لْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab, untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (16:89).

3. Al-Furqon.

Al-Furqon artinya pembeda/pemisah, yaitu yang membedakan/ memisahkan antara hak dan batil, sehingga antara hak dan batil itu tidak bercampur aduk. Al-Quran sebagai Al-Furqon, maka ia memisahkan kelompok orang-orang yang beriman dan kelompok orang-orang yang kafir, sehingga kedua kelompok itu tidak bercampur aduk. hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللهُ ذُو  ا لْفَضْلِ  ا لْعَظِيمِ

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kami furqon dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahan kamu  dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”. (8:29).

a. Hal-hal pokok  yang berhubungan Furqon

Mari kita perhatikan firman Allah di bawah ini:

… إِنْ كُنْتُمْ أَمَنْتُمْ بِاللهِ وَمَآ أَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ التَّقَى اْلجَمْعَانِ …

“…Dan jika kamu beriman kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) pada hari bertemunya dua jamaah”. (8:41).

“Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itu hizbus-syaithan. Ketahuilah, bahwa hizbus-syaithan itu, itulah  golongan yang rugi”. (58:19).

لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَ ا لْيَوْمِ  اْلأَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا ءَابَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ  اْلإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا  اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللهِ أَلاَ إِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ  الْمُفْلِحُونَ

“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya saling berkasih sayang terhadap orang-orang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan  keimanan dalam hati mereka  dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun puas terhadap limpahan rahmat-Nya. Mereka itulah Hizbullah (Partai Allah). Ketahuilah bahwa Partai Allah itulah yang akan menang”. (58:22)..

Sebagaimana kita lihat dalam ayat di atas, hal yang berhubungan dengan furqon yaitu, yaumal taqol jam’an (hari bertemunya dua jamaah). Hal ini menegaskan bahwa dengan Al-Quran sebagai furqon, maka manusia akan terbelah menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok orang-orang yang beriman dan kelompok orang-orang kafir, hizbullah dan hizbus syaithan. Al-Quran sebagai Al-Furqon, pasti memisahkan antara al-hak dan al-batil, sehingga tidak bercampur aduk lagi.

b. Fungsi Furqon

Dengan Al-Quran sebagai furqon, maka akan mempertegas kelompok yang menerima Al Quran dan kelompok orang yang menentang Al-Quran. Orang-orang  yang menerima Al-Quran (petunjuk Allah) mereka pasti akan keluar dari sistem jahiliyah  dengan hijrah kemudian membentuk sistem sendiri, sehingga terbagilah masyarakat ke dalam dua kelompok yaitu amanat thoifah dan kafarot thoifah, Jamaah muslimin dan jamaah kafirin (Qs;61;14).

Tidak bisa bersatunya antara sistem Islam dan jahiliyah, serta keharaman orang yang berideologikan Islam bergabung di dalam kalangan jahiliyah itu, sebagaimana diterangkan dalam ayat di bawah ini:

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ  ا لْمَلاَئِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي  اْلأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan dzalim (tidak mau berhijrah), ditanyakan kepada mereka: “Dalam keadaan bagaimana kamu itu?”. Mereka menjawab: “kami adalah orang-orang yang lemah yang tertindas muka bumi”. Malaikat berkata kepada mereka: “Bukankah bumi Allah itu luas, yang kamu dapat berhijrah kepadanya?”.  Mereka itu tempatnya neraka jahannam dan jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat”. (4:97).

Ayat di atas diturunkan berkaitan dengan adanya beberapa orang mu’min yang tidak mau ikut berhijrah ke Madinah dan tetap tinggal Mekah, sehingga ketika Mekah mengerahkan pasukan untuk menyerang Madinah, orang-orang ini dipaksa ikut  memerangi Madinah, kemudian mereka terbunuh semua oleh pasukan Islam. Allah menyamakan mereka dengan orang kafir dan melemparkan mereka ke dalam api neraka.

Dalam ayat lain diterangkan, bagi orang-orang yang beriman tetapi tidak mau melepaskan diri dengan pemerintahan kafir, maka tidak ada tanggung jawab sedikitpun bagi pemimpin Islam untuk menolong mereka. Sebagaimana ayat di bawah ini:

“Sesungguhya orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah dan orang-orang yang memberikan pertolongan kepada muhajirin, satu terhadap yang lain adalah saling pimpin memimpin. Dan kepada orang-orang yang beriman tetapi tidak berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, akan tetapi jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali kepada kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dan antara mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Sesungguhnya orang kafir satu dengan yang lainnya saling pimpin-memimpin, kalau kamu tidak berbuat yang demikian maka kamu akan ditimpa fitnah di muka bumi dan akan mendapat kerusakan yang besar. Dan orang-orang yang beriman, berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi pertolongan (kepada kaum muhajirin) mereka itulah orang-orang yang mu’min sebenarnya. bagi mereka ampunan Allah dan rizki yang mulia”. (8:72-74).

[Dari berbagai sumber]

Pemahaman aqidah Daulah Islamiyah

June 7, 2009

Rasulullah saw. telah membuat fondasi dan mendirikan bangunan daulah islamiyah dengan wahyu yang turun dari Rabb-Nya ketika beliau bertempat tinggal di Madinah al-Munawwarah –setelah Allah mengizinkannya hijrah dari Mekah– agar kota Madinah al Munawwarah menjadi pangkal tolak gerakan Islam dalam berbagai lapangannya.

Daulah Islam dengan bentuknya yang telah dibangun Rasulullah saw. merupakan ciptaan Allah SWT yang batas-batasnya telah ditetapkan dalam Kitab Allah dan dijelaskan dalam Sunnah Rasulullah saw.

Namun demikian, Islam tidak mengenal pemisahan antara din (agama) dan daulah (negara), dan tidak mengakui aoa yang dinamakan pemimpin agama dan pemimpin dunia secara dikotomis, juga tidak mengakui pemisahan antara pemimpin agama dan politik. Islam juga tidak mengakui dan tidak meridhai jika ada pemimpin yang mempunyai pengikut-pengikut dan pembantu yang membenarkan saja segala kesalahan tindakannya dengan alasan bahwa kekuasaannya bersumber dari Allah secara langsung atau tidak langsung. Seorang pemimpin atau khalifah dalam Islam adalah wakil Nabi saw., bukan mewakili Dzat Allah. Ia bertugas memimpin dan mengatur manusia sesuai dengan petunjuk Rasulullah dan tuntunan Kitab Allah, dan bermusyawarah dengan ahlul-ra’yi yang bertakwa dari kalangan muslim. Maka, khalifah bertugas mengelola urusan ad-Din dan dunia sekaligus. Rasulullah saw. telah begitu nyata mencontohkan hal ini dalam dakwah beliau untuk meng-idhar-kan Din Islam ini dan memenangkannya diatas
din – din (aturan, sistem, hukum, perundang-undangan) yang lain walaupun pada kenyataannya akan dibenci oleh orang-orang musyrik, kafir.

Sedangkan demokrasi, berpendapat bahwa asal-usul atau sumber kekuasaan adalah kehendak rakyat umum, dan segala peraturan harus mengacu pada kemauan umum ini.

Jean Jaques Rousseau, yang terkenal sebagai bapak demokrasi, mengatakan di dalam bukunya ‘Kontrak Sosial’ sebagai berikut: “Sesungguhnya negara berasal dari perjanjian yang telah disepakati oleh masing-masing anggota masyarakat untuk keluar dari suatu kondisi yang mereka hadapi sebelumnya menuju kondisi yang mereka sepakati dengan membentuk masyarakat politik atau membentuk suatu negara.”

Yang perlu ditekankan disini ialah bahwa Islam dengan manhaj Rabbaninya dan Sunnah Rasul-Nya tidak memerlukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) atau teori-teori lain untuk membentuk daulah. Karena bagaimanapun keadaannya, hanya dengan akal pikirannya manusia tidak akan dapat menciptakan suatu bentuk aturan yang sempurna, yang cocok untuk kehidupan manusia yang menjamin mereka hidup dalam kemuliaan dan keutamaan sebagaimana yang diberikan Allah yang melebihi makhluk lainnya. Maka, alangkah cukupnya daulah islamiyah dengan syari’at Allah untuk mengatur kehidupan manusia hingga tidak memerlukan aturan-aturan hidup lainnya yang dibuat manusia.

Hal ini dikarenakan Islam adalah ‘nizham syamil’ (peraturan yang lengkap) bagi kehidupan, yang tidak mengambil sumber-sumber lain, dan tidak dijumpai kesalahan-kesalahan padanya, karena ia diciptakan oleh Allah SWT, Tuhan bagi seluruh manusia, Yang Maha Mengetahui apa yang dapat menjadikan mereka baik. Maka dengan manhajnya itu Islam tidak menghalangi seorang manusiapun untuk memperoleh haknya, dan tidak menyia-nyiakan fitrahnya sama sekali. Maka Islam adalah ‘nizham siyasi’ (peraturan politik) yang paling ideal bagi kehidupan manusia dalam semua zaman dan semua tempat.

[Dari berbagai sumber]

Pengertian dan Kedudukan Qiyadah Islamiyah

May 31, 2009

A. Pengertian Qiyadah

Qiyadah berasal dari kata qaada-yaqudu-qiyadatan artinya menuntun atau memimpin. Dalam literatur istilah kepemimpinan meliputi: imam, khalifah, amir, wali dan shultan. Apapun sebutannya maknanya adalah satu, yaitu yang memerintah dengan syari’at Allah dan sunnah Nabi-Nya.

Jabatan tersebut  adalah merupakan pengganti nabi Muhammad SAW dengan tugas melaksanakan dan menegakkan agama serta menjalankan kepemimpinan Islam.

B. Kedudukan Qiyadah Islamiyah

Kedudukan qiyadah Islamiyah merupakan hal yang sangat vital bagi eksistensi Islam. Sebagaimana dinyatakan oleh Umar bin Khatab  dalam atsarnya:

لاَاِسْلاَمَ اِلاَّ بِالْجَمَاعَةِ وَلاَ جَمَاعَةَ اِلاَّ بِاْلإِمَارَةِ وَلاَ إِمَارَةَ اِلاَّ بِالطَاعَةِ

Tidak ada Islam kecuali dengan berjamaah, dan tidak ada jamaah kecuali dengan adanya kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali adanya ketaatan.

HUBUNGAN QIYADAH ISLAMIYAH DENGAN DIMENSI THEOLOGIS

 

A. Kepemimpinan Tertinggi Hanya Milik Allah

Kepemimpinan tertinggi dan absolut sifatnya hanya milik Allah. Hal ini karena Allah SWT adalah pencipta alam semesta dan manusia. Sebagai pencipta, kedudukan Allah adalah pemilik sekaligus Penguasa. Ditangan-Nyalah secara mutlak segala bentuk kekuasaan kepada makhluknya. Dialah satu-satunya yang memiliki kekuasaan mutlak baik kekuasaan untuk memerintah membuat dan menetapkan hukum.

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, (67:1)

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (12:40)

أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (7:57) 

Allah pemilik otoritas tertinggi dalam kekuasaan dan hukum atas bumi ini, telah mengamanahkan kepada manusia untuk bertindak sebagai khalifahnya. Oleh karena itu kedudukan kekuasaan manusia di muka bumi adalah berupa amanah dari Allah SWT, sebagai pemegang amanah maka secara mutlak manusia terikat dengan aturan dan bertanggung jawab kepada Allah.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.  (2:30)

B. Para Manusia terpilih

Allah memberikan amanah kepada orang-orang terpilih untuk bertindak sebagai  manadataris-Nya. Para Nabi dan Rasul yang mendapat kepercayaan untuk mengemban amanah itu adalah orang-orang yang telah teruji dengan berbagai cobaan, sehingga mereka mendapat kedudukan sebagai al-Mustafa.

Firman Allah SWT:

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ

Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menagnugerahkan ilmu dan tubuh yang perkasa. (2:24t)

 

C. Estafeta misi Risalah

Muhammad Rasulullah saw adalah khataman Nabi. Setelah nabi Muhammad saw tidak ada lagi pengangkatan Nabi dan Rasul. Namun begitu peran serta fungsi kepemimpinan risalahnya tidak boleh berhenti tetapi mesti berlanjut dan berkesinambungan terus hingga akhir zaman. Di sinilah esensi dan hakikat qiyadah Islamiyah kedudukannya dalam menjaga dien dan politik negara, menempati posisi “maqom nubuwah”.

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (3:144)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ

Dari  Abu Hurairah r.a: Nabi s.a.w bersabda: Adalah Banu Israil selalu dikendalikan pemerintahan mereka oleh Nabi-nabi. Setiap meninggal seorang Nabi maka Nabi itu digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tak ada lagi Nabi sesudahku, yang ada hany para khalifah yang banyak jumlahnya. Para sabahat bertanya: Apakah yang engkau suruh kami kerjakan?. Nabi menjawab: Sempurnakanlah baiat yang telah engkau berikan kepada yang pertama. Kemudian yang datang sesudahnya. Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada mereka tentang apa yang Allah suruh kepada merka.  (HR. Bukhari Muslim)

PERAN SERTA FUNGSI QIYADAH ISLAMIYAH DITINJAU DARI ASPEK SOSIO POLITIK DAN HUKUM

 

A. Penyelamat Manusia Dari  Lembah Kesesatan

Status manusia di muka bumi dinyatakan: “Fi dlolalim mubin”, ketika qiyadah Islamiyah belum terwujud di tengah-tengah mereka. Oleh karena itu, terwujudnya qiyadah Islamiyah merupakan suatu ni’mat dan fadhal dari sang Maha Pencipta.

 Firman Allah SWT:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ

Dialah yang telah membangkitkan seorang  rasul dari diri mereka sendiri,  yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya sebelum itu, mereka sungguh-sungguh di dalam kesesatan yang nyata. (62:2).

لَقَدْ مَنَّ اللهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ

Sesungguhnya Allah telah memberikan karunianya kapada orang-orang yang beriman tatkala dibangkitkan atas mereka seorang rasul dari diri mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya sebelum itu, mereka sungguh-sungguh di dalam kesesatan yang nyata. (3:164)

B. Sebagai Syahid Terhadap Perihidup Manusia

Qiyadah Islamiyah adalah sebagai “Syahid”, penyaksi terhadap manusia akan keimanan dan kekufurannya. Dan juga di hari berbangkit diberi peran sebagai “Syahid”.

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا.لِتُؤْمِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً

Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan agama-Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepadanya di waktu pagi dan petang. (48:8-9).

C. Sebagai Lembaga Tazkiyah

Qiyadah Islamiyah adalah sebagai lembaga tazkiyah dan tarbiyatul ummat, sehingga dengan demikian ummat dapat melakukan tazkiyatun nafs ketika melakukan pelanggaran sesuai dengan tuntunan syari’a Allah.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللهَ تَوَّابًا رَحِيمًا

Dan tidaklah kami memgutus seorang Rasul, kecuali untuk ditaati dengan seijin Allah. Dan sekiranya mereka menganiaya diri (berbuat kesalahan) datang kepada kamu kemudian memohon ampun kepada Allah dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka tentulah kamu dapati bahwasanya Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Penerima taubat. (4:64).

D. Sebagai Pelaksana Hukum

Qiyadah Islamiyah adalah satu-satunya lembaga kepemimpinan yang memiliki legitimasi dan otoritas untuk melaksanakan hukum serta bertanggung jawab terhadap tegaknya syari’at Allah. Semua manusia harus tunduk kepadanya, jika tidak maka statusnya bukanlah sebagai orang yang beriman.

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Rabbmu, sesungguhnya mereka itu tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamu hakim pada apa yang kamu perselisihkan, dan kemudian mereka menerima keputusanmu dengan tanpa rasa keberatan sedikitpun. (4:65)

E. Sebagai Lembaga Legitimasi amaliyah

Qiyadah Islamiyah adalah lembaga yang memberikan legitimasi sahnya setiap aktifitas manusia dalam kerangka hubungan “hablum minallah dan hablum minan-nas” untuk bernilai ibadah di sisi Allah.

Firman Allah SWT:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللهِ

Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul kecuali untuk ditaati dengan seijin Allah. (4:64).

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

Barang siapa yang mentaati Rasul sesungguhnya ia mentaati Allah, dan barang siapa yang berpaling, maka Kami tidaklah mengutus kamu sebagai penjaga kepada mereka. (4:80).

F. Sebagai Lembaga Jihad

Qiyadah Islamiyah sebagai lembaga jihad fi Sabilillah untuk melumpuhkan musuh-musuh Allah dan musuh orang-orang mukmin, sehingga dienul hak (Islam) memegang supremasi kepemimpinan di muka bumi.

Firman Allah SWT:

 هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dialah yang telah mengutus rasul-Nya dengan huda dan dien yang benar (Islam) untuk dimenangkan atas dien-dien seluruhnya walau orang musrik benci. (9:33; 61:9).

[Dari berbagai sumber]

Do’a Kesatuan Umat

May 31, 2009

Ya Rabb kami, tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus, jalan yang telah engkau syari’atkan, jalan yang telah dicontohkan oleh Nabi dan Rasul utusanMu…  

(mereka berdoa): “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati Kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada Kami rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia)”. (Qs. Ali Imran:8)

 

Jadikanlah Al-Qur’an cahaya dalam hati-hati kami, sehingga tidak ada perselisihan dalam segala urusan kami…

 

dan kamu tidak menyalahkan Kami, melainkan karena Kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan Kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami”. (mereka berdoa): “Ya Tuhan Kami, Limpahkanlah kesabaran kepada Kami dan wafatkanlah Kami dalam Keadaan berserah diri (kepada-Mu)”. (Qs. Al A’raf:126)

 

Ya Rabb kami, ampunilah kami jikalau ayat-ayat yang telah engkau turunkan belum mampu menggetarkan hati kami…

    

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Qs. Al Anfal:2)

 

tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan Kami, ampunilah dosa-dosa Kami dan tindakan-tindakan Kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami[235] dan tetapkanlah pendirian Kami, dan tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir”. (Qs. Ali Imran:147)

Amin, yaa rabbal ‘alamiin…

Rukun Laa Ilaha Ilallah

May 31, 2009

 Kalimat tauhid “Laa ilaha ilallah” terdiri dari dua rukun, yaitu “nafi” dan “itsbat”. Nafi disebutkan dalam kalimat “Laa ilaha”, dan itsbat disebutkan dalam kalimat “ilallah”.   Maka “Laa ilaha” adalah meniadakan seluruh apapun yang disembah selain Allah. Sedangkan “ilallah” adalah meneguhkan bahwa seluruh ibadah hanya untuk Allah Rabbul’alamin satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam beribadah kepada-Nya, sebagaimana tidak ada sekutu dalam kekuasaan-Nya dan rububiyah/aturan-Nya. Kemudian diwujudkan dengan bara’ah (putus hubungan) dari segala yang disembah selain Allah. Inilah hakikat pengabdian hanya teruntuk Allah satu-satu-Nya.   Sesungguhnya kita tidak dapat mentauhidkan Allah dengan semurni-murninya kecuali kita mengenal musuh atau kebalikan Allah. Di dalam Al-Qur’an, musuh atau kebalikan Allah adalah “thaghut”.

Al-Qur’an menyebutkan thaghut sebagai kebalikan-Nya itu dalam lima bidang, yaitu:  

1. Bidang keimanan/akidah, sebagaimana ayat:   Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. (QS. Al-Baqarah:256)  

2. Bidang ibadah, sebagaimana diterangkan dalam ayat:   dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (QS. An-Nahl:36)  

3. Bidang kewalian, sebagaimana diterangkan dalam ayat:   Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan. (QS. Al-Baqarah:257)  

4. Bidang hukum dan perundang-undangan, sebagaimana diterangkan dalam ayat:   Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. (QS. An-Nisaa:60)  

5. Dalam bidang sabil (jalan hidup), sebagaimana diterangkan dalam ayat:   Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu. (QS. An-Nisaa:76)  

Yang dipertegas dalam ayat lain:  

Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (QS. Al-An’am:153)

 

Seluruh apa yang sejajar dengan Allah, yang mesti diteguhkan sebagai aplikasi kalimat itsbat “ilallah” itulah “al-hak”. Sedangkan sebaliknya, seluruh apa yang sejajar dengan thaghut, yang mesti ditiadakan sebagai aplikasi kalimat nafi “Laa ilaha” adalah “al-bathil”  atau “dhalal”.

 

Yang demikian itu, adalah karena Sesungguhnya Allah, Dialah (tuhan) yang haq dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil, dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar. (QS. Al-Hajj:62)

 

Lebih lanjut kita dapat melihat dengan tegas larangan Allah kepada setiap mukmin mencampuradukkan antara al-hak dan al-bathil, antara iman dan dzulm. Sifat orang mukmin yang dijamin keamanannya oleh Allah dan berada dalam petunjuk, adalah tidak mencampuradukkan antara hak dan bathil, antara iman dan dzulum, dan senantiasa mengikuti al-hak.

 

Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah:42)

 

Yang demikian adalah karena Sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang bathil dan Sesungguhnya orang-orang mukmin mengikuti yang haq dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka. (QS> Muhammad:3)

[Dari berbagai sumber]

Bujukan Utbah ibn Rabi’ah

May 31, 2009

Upaya lain yang ditempuh kaum musrikin untuk menggagalkan dakwah Rasulullah, adalah dengan melontarkan rayuan yang disertai ancaman: mereka menjanjikan kedudukan yang tinggi, harta yang melimpah dan wanita yang cantik kepada Rasulullah bila mau meninggalkan dakwahnya. Namun demikian, Rasulullah tetap tegar dan tak bergeming sedikitpun.
 
Jabir ibn Abdullah meriwayatkan: Suatu hari, kaum Quraisy berkumpul untuk membicarakan tindakan Rasulullah s.a.w. Sebagian mereka mengusulkan, “Carilah di antara kalian orang yang paling pandai ilmu sihir, ilmu perdukunan dan membuat syair. Lalu datangkanlah orang yang telah memecah-belah kelompok kita, mencela perilaku kita, dan menghina keluarga kita itu, agar berdebat dengan orang kita tadi dan kita lihat apa yang akan ia katakan padanya!” Sebagian lain menjawab, “Kita tidak memiliki orang seperti yang kalian maksudkan itu, selain ‘Utbah ibn Rabi’ah.” Akhirnya mereka pun sepakat mendatangkan ‘Utbah dan mengutusnya untuk menghadapi Muhammad.
 
Singkat cerita, Utbah pun menemui Rasulullah s.a.w dan berkata kepada beliau, “Demi tuhan, kami belum pernah mendengar celaan terhadap kaummu yang lebih pedas dari celaanmu, engkau juga telah memecah-belah kami, membodoh-bodohkan harapan-harapan kami, mencemooh sesembahan dan agama kami, dan mencemarkan nama kami di tengah-tengah Bangsa Arab, sehingga mereka sadar bahwa di tengah-tengah Quraisy ini terdapat seorang ahli sihir dan juga ahli tenung yang setiap saat dapat membinasakanmu tanpa harus menggunakan senjata dan pertempuran.”
 
Lalu Utbah melanjutkan, “Karena itu, wahai Muhammad, dengarkanlah; kalau engkau memang menghendaki kekayaan, maka kami akan mengumpulkan harta kekayaan kami untukmu, agar kamu menjadi orang terkaya di kaum Quraisy ini. Dan jika kamu ingin menikah, maka pilihlah sesukamu dari gadis-gadis Quraisy dan kami akan memberimu sepuluh wanita!” (Dalam riwayat Ibnu Ishaq, disebutkan, Utbah berkata, “Wahai keponakanku, jika kamu menginginkan dari apa yang kamu dakwahkan itu harta yang melimpah, maka kami akan mengumpulkan harta-harta kami untukmu, sehingga kamu menjadi orang terkaya di antara kami. Dan bila kamu menginginkan kehormatan, maka kami akan memberimu kekuasaan penuh atas kami dan kami tidak akan mentaati perintah selain darimu. Dan bila kamu menginginkan kedudukan, maka kami akan mengangkatmu sebagai raja kami.”
 
Mendengar rayuan itu, Rasulullah s.a.w. berkata, ”Sudah habiskah tawaran kalian?” ”ya,” jawab Utbah. Lalu Rasul pun menjawabnya dengan firman Allah,
 
”Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, Yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling, tidak mau mendengarkan. Mereka berkata: “Hati Kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru Kami kepadanya dan telinga Kami ada sumbatan dan antara Kami dan kamu ada dinding, Maka Bekerjalah kamu; Sesungguhnya Kami bekerja (pula).” Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka mendapat
pahala yang tiada putus-putusnya”. Katakanlah: “Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa
lagi Maha mengetahui. Jika mereka berpaling Maka Katakanlah: “Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Aad dan Tsamud”. (QS. Fushshilat: 1-13)
 
Mendengar jawaban itu, ’Utbah berkata, ”Sudah cukupkah jawabanmu itu, dan adakah jawaban yang lain?” Rasulullah s.a.w. menjawab, ”Tidak ada!”
 
Mungkin, ada yang bertanya-tanya: Mengapa Rasulullah menolak tawaran jabatan dan kekuasaan itu? Padahal, secara politik dan strategi bukanlah hal itu akan menguntungkan beliau? Atau, paling tidak kekuasaan dan jabatan itu dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan dakwah dan pembangunan negara di kemudian hari, terutama karena dua hal ini memiliki pengaruh yang kuat untuk mempengaruhi jiwa-jiwa.
 
Barangkali, jawaban dari sikap Rasulullah s.a.w tidak menghendaki kekuasaan dan jabatan sebagai alat dakwahnya, tak lain adalah karena hal itu bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dakwah sendiri. Selain itu, tindakan tawar-menawar itu sendiri pada hakekatnya ditujukan untuk menyimpangkan dakwah dari landasan dan tujuannya semula. Apalagi, dalam Islam dikenal satu prinsip yang menyebutkan bahwa, sebuah tujuan tidak boleh membenarkan segala cara. Hal itu, karena Allah s.w.t. telah menentukan sarana dan tujuan ibadah kaum mukminin. Sehingga, seseorang tidak dibolehkan menempuh suatu tujuan yang telah disyariatkan Allah kecuali dengan cara dan sarana yang juga disyariatkan Allah s.w.t. (Ath-Thabari meriwayatkan dengan sanad hasan dari Qatadah, Jami’ al-Bayan ’an Ta’wil ’Ayi al-Qur’an, juz. 9, hal. 130)
 
Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam (QS. 4:140)

Manhaj Dakwah Rasulullah – Prof. DR. Muhammad Amahzun