Archive for the ‘Aqidah’ Category

Pemahaman aqidah Daulah Islamiyah

June 7, 2009

Rasulullah saw. telah membuat fondasi dan mendirikan bangunan daulah islamiyah dengan wahyu yang turun dari Rabb-Nya ketika beliau bertempat tinggal di Madinah al-Munawwarah –setelah Allah mengizinkannya hijrah dari Mekah– agar kota Madinah al Munawwarah menjadi pangkal tolak gerakan Islam dalam berbagai lapangannya.

Daulah Islam dengan bentuknya yang telah dibangun Rasulullah saw. merupakan ciptaan Allah SWT yang batas-batasnya telah ditetapkan dalam Kitab Allah dan dijelaskan dalam Sunnah Rasulullah saw.

Namun demikian, Islam tidak mengenal pemisahan antara din (agama) dan daulah (negara), dan tidak mengakui aoa yang dinamakan pemimpin agama dan pemimpin dunia secara dikotomis, juga tidak mengakui pemisahan antara pemimpin agama dan politik. Islam juga tidak mengakui dan tidak meridhai jika ada pemimpin yang mempunyai pengikut-pengikut dan pembantu yang membenarkan saja segala kesalahan tindakannya dengan alasan bahwa kekuasaannya bersumber dari Allah secara langsung atau tidak langsung. Seorang pemimpin atau khalifah dalam Islam adalah wakil Nabi saw., bukan mewakili Dzat Allah. Ia bertugas memimpin dan mengatur manusia sesuai dengan petunjuk Rasulullah dan tuntunan Kitab Allah, dan bermusyawarah dengan ahlul-ra’yi yang bertakwa dari kalangan muslim. Maka, khalifah bertugas mengelola urusan ad-Din dan dunia sekaligus. Rasulullah saw. telah begitu nyata mencontohkan hal ini dalam dakwah beliau untuk meng-idhar-kan Din Islam ini dan memenangkannya diatas
din – din (aturan, sistem, hukum, perundang-undangan) yang lain walaupun pada kenyataannya akan dibenci oleh orang-orang musyrik, kafir.

Sedangkan demokrasi, berpendapat bahwa asal-usul atau sumber kekuasaan adalah kehendak rakyat umum, dan segala peraturan harus mengacu pada kemauan umum ini.

Jean Jaques Rousseau, yang terkenal sebagai bapak demokrasi, mengatakan di dalam bukunya ‘Kontrak Sosial’ sebagai berikut: “Sesungguhnya negara berasal dari perjanjian yang telah disepakati oleh masing-masing anggota masyarakat untuk keluar dari suatu kondisi yang mereka hadapi sebelumnya menuju kondisi yang mereka sepakati dengan membentuk masyarakat politik atau membentuk suatu negara.”

Yang perlu ditekankan disini ialah bahwa Islam dengan manhaj Rabbaninya dan Sunnah Rasul-Nya tidak memerlukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) atau teori-teori lain untuk membentuk daulah. Karena bagaimanapun keadaannya, hanya dengan akal pikirannya manusia tidak akan dapat menciptakan suatu bentuk aturan yang sempurna, yang cocok untuk kehidupan manusia yang menjamin mereka hidup dalam kemuliaan dan keutamaan sebagaimana yang diberikan Allah yang melebihi makhluk lainnya. Maka, alangkah cukupnya daulah islamiyah dengan syari’at Allah untuk mengatur kehidupan manusia hingga tidak memerlukan aturan-aturan hidup lainnya yang dibuat manusia.

Hal ini dikarenakan Islam adalah ‘nizham syamil’ (peraturan yang lengkap) bagi kehidupan, yang tidak mengambil sumber-sumber lain, dan tidak dijumpai kesalahan-kesalahan padanya, karena ia diciptakan oleh Allah SWT, Tuhan bagi seluruh manusia, Yang Maha Mengetahui apa yang dapat menjadikan mereka baik. Maka dengan manhajnya itu Islam tidak menghalangi seorang manusiapun untuk memperoleh haknya, dan tidak menyia-nyiakan fitrahnya sama sekali. Maka Islam adalah ‘nizham siyasi’ (peraturan politik) yang paling ideal bagi kehidupan manusia dalam semua zaman dan semua tempat.

[Dari berbagai sumber]

Pengertian dan Kedudukan Qiyadah Islamiyah

May 31, 2009

A. Pengertian Qiyadah

Qiyadah berasal dari kata qaada-yaqudu-qiyadatan artinya menuntun atau memimpin. Dalam literatur istilah kepemimpinan meliputi: imam, khalifah, amir, wali dan shultan. Apapun sebutannya maknanya adalah satu, yaitu yang memerintah dengan syari’at Allah dan sunnah Nabi-Nya.

Jabatan tersebut  adalah merupakan pengganti nabi Muhammad SAW dengan tugas melaksanakan dan menegakkan agama serta menjalankan kepemimpinan Islam.

B. Kedudukan Qiyadah Islamiyah

Kedudukan qiyadah Islamiyah merupakan hal yang sangat vital bagi eksistensi Islam. Sebagaimana dinyatakan oleh Umar bin Khatab  dalam atsarnya:

لاَاِسْلاَمَ اِلاَّ بِالْجَمَاعَةِ وَلاَ جَمَاعَةَ اِلاَّ بِاْلإِمَارَةِ وَلاَ إِمَارَةَ اِلاَّ بِالطَاعَةِ

Tidak ada Islam kecuali dengan berjamaah, dan tidak ada jamaah kecuali dengan adanya kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali adanya ketaatan.

HUBUNGAN QIYADAH ISLAMIYAH DENGAN DIMENSI THEOLOGIS

 

A. Kepemimpinan Tertinggi Hanya Milik Allah

Kepemimpinan tertinggi dan absolut sifatnya hanya milik Allah. Hal ini karena Allah SWT adalah pencipta alam semesta dan manusia. Sebagai pencipta, kedudukan Allah adalah pemilik sekaligus Penguasa. Ditangan-Nyalah secara mutlak segala bentuk kekuasaan kepada makhluknya. Dialah satu-satunya yang memiliki kekuasaan mutlak baik kekuasaan untuk memerintah membuat dan menetapkan hukum.

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, (67:1)

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (12:40)

أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (7:57) 

Allah pemilik otoritas tertinggi dalam kekuasaan dan hukum atas bumi ini, telah mengamanahkan kepada manusia untuk bertindak sebagai khalifahnya. Oleh karena itu kedudukan kekuasaan manusia di muka bumi adalah berupa amanah dari Allah SWT, sebagai pemegang amanah maka secara mutlak manusia terikat dengan aturan dan bertanggung jawab kepada Allah.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.  (2:30)

B. Para Manusia terpilih

Allah memberikan amanah kepada orang-orang terpilih untuk bertindak sebagai  manadataris-Nya. Para Nabi dan Rasul yang mendapat kepercayaan untuk mengemban amanah itu adalah orang-orang yang telah teruji dengan berbagai cobaan, sehingga mereka mendapat kedudukan sebagai al-Mustafa.

Firman Allah SWT:

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ

Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menagnugerahkan ilmu dan tubuh yang perkasa. (2:24t)

 

C. Estafeta misi Risalah

Muhammad Rasulullah saw adalah khataman Nabi. Setelah nabi Muhammad saw tidak ada lagi pengangkatan Nabi dan Rasul. Namun begitu peran serta fungsi kepemimpinan risalahnya tidak boleh berhenti tetapi mesti berlanjut dan berkesinambungan terus hingga akhir zaman. Di sinilah esensi dan hakikat qiyadah Islamiyah kedudukannya dalam menjaga dien dan politik negara, menempati posisi “maqom nubuwah”.

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (3:144)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ

Dari  Abu Hurairah r.a: Nabi s.a.w bersabda: Adalah Banu Israil selalu dikendalikan pemerintahan mereka oleh Nabi-nabi. Setiap meninggal seorang Nabi maka Nabi itu digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tak ada lagi Nabi sesudahku, yang ada hany para khalifah yang banyak jumlahnya. Para sabahat bertanya: Apakah yang engkau suruh kami kerjakan?. Nabi menjawab: Sempurnakanlah baiat yang telah engkau berikan kepada yang pertama. Kemudian yang datang sesudahnya. Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada mereka tentang apa yang Allah suruh kepada merka.  (HR. Bukhari Muslim)

PERAN SERTA FUNGSI QIYADAH ISLAMIYAH DITINJAU DARI ASPEK SOSIO POLITIK DAN HUKUM

 

A. Penyelamat Manusia Dari  Lembah Kesesatan

Status manusia di muka bumi dinyatakan: “Fi dlolalim mubin”, ketika qiyadah Islamiyah belum terwujud di tengah-tengah mereka. Oleh karena itu, terwujudnya qiyadah Islamiyah merupakan suatu ni’mat dan fadhal dari sang Maha Pencipta.

 Firman Allah SWT:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ

Dialah yang telah membangkitkan seorang  rasul dari diri mereka sendiri,  yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya sebelum itu, mereka sungguh-sungguh di dalam kesesatan yang nyata. (62:2).

لَقَدْ مَنَّ اللهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ

Sesungguhnya Allah telah memberikan karunianya kapada orang-orang yang beriman tatkala dibangkitkan atas mereka seorang rasul dari diri mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya sebelum itu, mereka sungguh-sungguh di dalam kesesatan yang nyata. (3:164)

B. Sebagai Syahid Terhadap Perihidup Manusia

Qiyadah Islamiyah adalah sebagai “Syahid”, penyaksi terhadap manusia akan keimanan dan kekufurannya. Dan juga di hari berbangkit diberi peran sebagai “Syahid”.

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا.لِتُؤْمِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً

Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan agama-Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepadanya di waktu pagi dan petang. (48:8-9).

C. Sebagai Lembaga Tazkiyah

Qiyadah Islamiyah adalah sebagai lembaga tazkiyah dan tarbiyatul ummat, sehingga dengan demikian ummat dapat melakukan tazkiyatun nafs ketika melakukan pelanggaran sesuai dengan tuntunan syari’a Allah.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللهَ تَوَّابًا رَحِيمًا

Dan tidaklah kami memgutus seorang Rasul, kecuali untuk ditaati dengan seijin Allah. Dan sekiranya mereka menganiaya diri (berbuat kesalahan) datang kepada kamu kemudian memohon ampun kepada Allah dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka tentulah kamu dapati bahwasanya Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Penerima taubat. (4:64).

D. Sebagai Pelaksana Hukum

Qiyadah Islamiyah adalah satu-satunya lembaga kepemimpinan yang memiliki legitimasi dan otoritas untuk melaksanakan hukum serta bertanggung jawab terhadap tegaknya syari’at Allah. Semua manusia harus tunduk kepadanya, jika tidak maka statusnya bukanlah sebagai orang yang beriman.

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Rabbmu, sesungguhnya mereka itu tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamu hakim pada apa yang kamu perselisihkan, dan kemudian mereka menerima keputusanmu dengan tanpa rasa keberatan sedikitpun. (4:65)

E. Sebagai Lembaga Legitimasi amaliyah

Qiyadah Islamiyah adalah lembaga yang memberikan legitimasi sahnya setiap aktifitas manusia dalam kerangka hubungan “hablum minallah dan hablum minan-nas” untuk bernilai ibadah di sisi Allah.

Firman Allah SWT:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللهِ

Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul kecuali untuk ditaati dengan seijin Allah. (4:64).

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

Barang siapa yang mentaati Rasul sesungguhnya ia mentaati Allah, dan barang siapa yang berpaling, maka Kami tidaklah mengutus kamu sebagai penjaga kepada mereka. (4:80).

F. Sebagai Lembaga Jihad

Qiyadah Islamiyah sebagai lembaga jihad fi Sabilillah untuk melumpuhkan musuh-musuh Allah dan musuh orang-orang mukmin, sehingga dienul hak (Islam) memegang supremasi kepemimpinan di muka bumi.

Firman Allah SWT:

 هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dialah yang telah mengutus rasul-Nya dengan huda dan dien yang benar (Islam) untuk dimenangkan atas dien-dien seluruhnya walau orang musrik benci. (9:33; 61:9).

[Dari berbagai sumber]

Rukun Laa Ilaha Ilallah

May 31, 2009

 Kalimat tauhid “Laa ilaha ilallah” terdiri dari dua rukun, yaitu “nafi” dan “itsbat”. Nafi disebutkan dalam kalimat “Laa ilaha”, dan itsbat disebutkan dalam kalimat “ilallah”.   Maka “Laa ilaha” adalah meniadakan seluruh apapun yang disembah selain Allah. Sedangkan “ilallah” adalah meneguhkan bahwa seluruh ibadah hanya untuk Allah Rabbul’alamin satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam beribadah kepada-Nya, sebagaimana tidak ada sekutu dalam kekuasaan-Nya dan rububiyah/aturan-Nya. Kemudian diwujudkan dengan bara’ah (putus hubungan) dari segala yang disembah selain Allah. Inilah hakikat pengabdian hanya teruntuk Allah satu-satu-Nya.   Sesungguhnya kita tidak dapat mentauhidkan Allah dengan semurni-murninya kecuali kita mengenal musuh atau kebalikan Allah. Di dalam Al-Qur’an, musuh atau kebalikan Allah adalah “thaghut”.

Al-Qur’an menyebutkan thaghut sebagai kebalikan-Nya itu dalam lima bidang, yaitu:  

1. Bidang keimanan/akidah, sebagaimana ayat:   Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. (QS. Al-Baqarah:256)  

2. Bidang ibadah, sebagaimana diterangkan dalam ayat:   dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (QS. An-Nahl:36)  

3. Bidang kewalian, sebagaimana diterangkan dalam ayat:   Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan. (QS. Al-Baqarah:257)  

4. Bidang hukum dan perundang-undangan, sebagaimana diterangkan dalam ayat:   Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. (QS. An-Nisaa:60)  

5. Dalam bidang sabil (jalan hidup), sebagaimana diterangkan dalam ayat:   Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu. (QS. An-Nisaa:76)  

Yang dipertegas dalam ayat lain:  

Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (QS. Al-An’am:153)

 

Seluruh apa yang sejajar dengan Allah, yang mesti diteguhkan sebagai aplikasi kalimat itsbat “ilallah” itulah “al-hak”. Sedangkan sebaliknya, seluruh apa yang sejajar dengan thaghut, yang mesti ditiadakan sebagai aplikasi kalimat nafi “Laa ilaha” adalah “al-bathil”  atau “dhalal”.

 

Yang demikian itu, adalah karena Sesungguhnya Allah, Dialah (tuhan) yang haq dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil, dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar. (QS. Al-Hajj:62)

 

Lebih lanjut kita dapat melihat dengan tegas larangan Allah kepada setiap mukmin mencampuradukkan antara al-hak dan al-bathil, antara iman dan dzulm. Sifat orang mukmin yang dijamin keamanannya oleh Allah dan berada dalam petunjuk, adalah tidak mencampuradukkan antara hak dan bathil, antara iman dan dzulum, dan senantiasa mengikuti al-hak.

 

Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah:42)

 

Yang demikian adalah karena Sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang bathil dan Sesungguhnya orang-orang mukmin mengikuti yang haq dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka. (QS> Muhammad:3)

[Dari berbagai sumber]

Bujukan Utbah ibn Rabi’ah

May 31, 2009

Upaya lain yang ditempuh kaum musrikin untuk menggagalkan dakwah Rasulullah, adalah dengan melontarkan rayuan yang disertai ancaman: mereka menjanjikan kedudukan yang tinggi, harta yang melimpah dan wanita yang cantik kepada Rasulullah bila mau meninggalkan dakwahnya. Namun demikian, Rasulullah tetap tegar dan tak bergeming sedikitpun.
 
Jabir ibn Abdullah meriwayatkan: Suatu hari, kaum Quraisy berkumpul untuk membicarakan tindakan Rasulullah s.a.w. Sebagian mereka mengusulkan, “Carilah di antara kalian orang yang paling pandai ilmu sihir, ilmu perdukunan dan membuat syair. Lalu datangkanlah orang yang telah memecah-belah kelompok kita, mencela perilaku kita, dan menghina keluarga kita itu, agar berdebat dengan orang kita tadi dan kita lihat apa yang akan ia katakan padanya!” Sebagian lain menjawab, “Kita tidak memiliki orang seperti yang kalian maksudkan itu, selain ‘Utbah ibn Rabi’ah.” Akhirnya mereka pun sepakat mendatangkan ‘Utbah dan mengutusnya untuk menghadapi Muhammad.
 
Singkat cerita, Utbah pun menemui Rasulullah s.a.w dan berkata kepada beliau, “Demi tuhan, kami belum pernah mendengar celaan terhadap kaummu yang lebih pedas dari celaanmu, engkau juga telah memecah-belah kami, membodoh-bodohkan harapan-harapan kami, mencemooh sesembahan dan agama kami, dan mencemarkan nama kami di tengah-tengah Bangsa Arab, sehingga mereka sadar bahwa di tengah-tengah Quraisy ini terdapat seorang ahli sihir dan juga ahli tenung yang setiap saat dapat membinasakanmu tanpa harus menggunakan senjata dan pertempuran.”
 
Lalu Utbah melanjutkan, “Karena itu, wahai Muhammad, dengarkanlah; kalau engkau memang menghendaki kekayaan, maka kami akan mengumpulkan harta kekayaan kami untukmu, agar kamu menjadi orang terkaya di kaum Quraisy ini. Dan jika kamu ingin menikah, maka pilihlah sesukamu dari gadis-gadis Quraisy dan kami akan memberimu sepuluh wanita!” (Dalam riwayat Ibnu Ishaq, disebutkan, Utbah berkata, “Wahai keponakanku, jika kamu menginginkan dari apa yang kamu dakwahkan itu harta yang melimpah, maka kami akan mengumpulkan harta-harta kami untukmu, sehingga kamu menjadi orang terkaya di antara kami. Dan bila kamu menginginkan kehormatan, maka kami akan memberimu kekuasaan penuh atas kami dan kami tidak akan mentaati perintah selain darimu. Dan bila kamu menginginkan kedudukan, maka kami akan mengangkatmu sebagai raja kami.”
 
Mendengar rayuan itu, Rasulullah s.a.w. berkata, ”Sudah habiskah tawaran kalian?” ”ya,” jawab Utbah. Lalu Rasul pun menjawabnya dengan firman Allah,
 
”Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, Yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling, tidak mau mendengarkan. Mereka berkata: “Hati Kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru Kami kepadanya dan telinga Kami ada sumbatan dan antara Kami dan kamu ada dinding, Maka Bekerjalah kamu; Sesungguhnya Kami bekerja (pula).” Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka mendapat
pahala yang tiada putus-putusnya”. Katakanlah: “Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa
lagi Maha mengetahui. Jika mereka berpaling Maka Katakanlah: “Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Aad dan Tsamud”. (QS. Fushshilat: 1-13)
 
Mendengar jawaban itu, ’Utbah berkata, ”Sudah cukupkah jawabanmu itu, dan adakah jawaban yang lain?” Rasulullah s.a.w. menjawab, ”Tidak ada!”
 
Mungkin, ada yang bertanya-tanya: Mengapa Rasulullah menolak tawaran jabatan dan kekuasaan itu? Padahal, secara politik dan strategi bukanlah hal itu akan menguntungkan beliau? Atau, paling tidak kekuasaan dan jabatan itu dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan dakwah dan pembangunan negara di kemudian hari, terutama karena dua hal ini memiliki pengaruh yang kuat untuk mempengaruhi jiwa-jiwa.
 
Barangkali, jawaban dari sikap Rasulullah s.a.w tidak menghendaki kekuasaan dan jabatan sebagai alat dakwahnya, tak lain adalah karena hal itu bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dakwah sendiri. Selain itu, tindakan tawar-menawar itu sendiri pada hakekatnya ditujukan untuk menyimpangkan dakwah dari landasan dan tujuannya semula. Apalagi, dalam Islam dikenal satu prinsip yang menyebutkan bahwa, sebuah tujuan tidak boleh membenarkan segala cara. Hal itu, karena Allah s.w.t. telah menentukan sarana dan tujuan ibadah kaum mukminin. Sehingga, seseorang tidak dibolehkan menempuh suatu tujuan yang telah disyariatkan Allah kecuali dengan cara dan sarana yang juga disyariatkan Allah s.w.t. (Ath-Thabari meriwayatkan dengan sanad hasan dari Qatadah, Jami’ al-Bayan ’an Ta’wil ’Ayi al-Qur’an, juz. 9, hal. 130)
 
Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam (QS. 4:140)

Manhaj Dakwah Rasulullah – Prof. DR. Muhammad Amahzun